PRABANGKARANEWS.NET || Sekelompok orang yang diduga anggota Front Pembela Islam (FPI) yang tengah mengawal Rizieq Syihab, menyerang petugas kepolisian dengan senjata api dan senjata tajam pada Senin (7/12/2020) dini hari. Akibat tindakan tersebut, enam orang tewas ditembak polisi.
Pasca
peristiwa tersebut Polri didesak menggeledah markas FPI untuk
memastikan tidak ada lagi senjata api yang bisa disalahgunakan. Menurut
pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, memiliki
senjata api tanpa izin merupakan pelanggaran berat hukum pidana yang
diatur dalam UU 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin
Pemakaian Senjata Api, serta UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
"Sweeping sangat memungkinkan karena miliki senjata api
dilarang, dan menguasai tanpa izin adalah suatu tindak pidana," kata
Agustinus Pohan, di Jakarta, Senin (7/12/2020).
Pohan
menjelaskan, dari kasus penyerangan yang terjadi, jika benar kepolisian
menyita sejumlah senjata api, hal tersebut bisa dijadikan bukti
permulaan yang cukup untuk melakukan sweeping. “Kalau melakukan sweeping
harus ada bukti permulaan yang cukup. Harus ada indikator objektif
mengapa ada orang yang rumahnya digeledah,” ucapnya.
“Kejadian
tadi pagi itu bukti ada senjata api yang dikuasai masyarakat tanpa
izin. Apakah hanya dua atau ada lebih banyak lagi? Kalau ada dugaan
lebih banyak lagi harus ada tindakan. Apalagi senjata api digunakan
untuk melawan negara," sambungnya.
Sumber: beritasatu.com
0 Komentar